Secara administratif, Kabupaten Fakfak memiliki luas wilayah 14.320 Km2 terletak pada 1310 531 0311 BT – 1330 291 1911 BT dan 20 301 5811 – 30 571 5111 LS. Memiliki 9 (Sembilan) distrik dan terbagi dalam 125 kampung (data tahun 2012). Sesuai dengan rencana Pemerintah Kabupaten Fakfak, dari 9 distrik yang ada dalam wilayah administrasi akan dimekarkjan menjadi 16 distrik dalam satuan wilayah yang sama. Penambahan 8 distrik baru sebagai bentuk upaya pelayanan dan pendekatan pemerintahan sehingga akses pembangunan akan tersentuh. Dari batas wilayahnya tergambar bahwa Kabupaten Fakfak berbatasan sebelah utara adalah Kabupaten Teluk Bintuni, sebelah selatan Laut Arafura dan Kabupaten Kaimana, sebelah barat Laut Seram dan Teluk Berau serta sebelah timur Kabupaten Kaimana. Sebelumnya Kabupaten Fakfak terdiri atas Timika dan Kaimana yang dulunya menjadi bagian kecamatan dari Kabupaten Fakfakl namun telah mengalami pemekaran. Timika kini menjadi kabupaten Mimika sedangkan Kaimana berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2002, tepatnya pada tanggal 12 November 2002 telah menjadi kabupaten Kaimana. Dari catatan sejarah mengenai asal-usul Fakfak, keberadaan kampung, dan orang asli (indigenous people) Fakfak sangat sulit ditemukan. Kebanyakan sejarah lebih banyak mengungkap perjalanan masuk dan berkembangnya tiga nama yakni agama Islam, Katolik, dan Kristen Protestan yang dianggap agama keluarga di Fakfak sehingga didapati semboyan untuk mempererat hubungan pertalian ini dengan nama

"Satu Tungku Tiga Batu, Satu Hati Satu Saudara".

Asal-usul kata 'Fakfak' sendiri dimaknai secara tidak tunggal oleh masyarakat setempat. Ada yang mengatakan bahwa kata 'Fakfak' pada awalnya tidak dilafalkan dalam huruf 'F', tetapi huruf 'P' sehingga 'Fakfak' yang sebenarnya adalah 'Pakpak'. Konotasi nama Fakfak masih simpang siur. Awalnya Kabupaten Fakfak disebut dengan Pakpak kemudian mengalami perubahan menjadi Fakfak hingga saat ini. Dalam salah satu bahasa setempat, "Pakpak" dimaknai dalam beberap cara. Berdasarkan asal-usulnya, orang Fakfak mengidentifikasi dirinya ke dalam 2 (Dua) kategori, yakni orang asli dan pendatang. Orang asli (indegeneous people) merupakan orang-orang yang dipandang telah ada dan bermukim di Fakfak sejak nenek moyang awal mereka. Mereka ini sering di sebut juga 'anak negeri'. Sedangkan kalangan pendatang adalah orang-orang yang berasal dari berbagai tempat di luar Fakfak, baik masih berasal dari dalam Papua maupun dari luar Papua, yang dating ke Fakfak dengan berbagai alasan. Migrasi masuk ke Fakfak oleh kalangan pendatang di dorong oleh alasan ekonomi, alasan kerja hingga alasan perkawinan. Dari hasil pendataan tergambar bahwa suku asli (indegeneous people) di Fakfak meliputi suku Mbaham, Ma'ta, Onim, Irarrutu, Kimbaran dan Arguni. Di masa lalu, suku-suku ini memiliki kerajaan dengan wilayah petuanannya sendiri-sendiri. Tujuh wilayah petuanan di Fakfak adalah Petuanan Ati-Ati di Werpigan, Petuanan Fatagar di Fakfak, Petuanan Arguni di Arguni, Petuanan Rumbati di Rumbati, Petuanan Patipi di Patipi Pasir, serta Petuanan Pikpik-Sekar dan Petuanan Wertuar di Kokas (Bappeda Kabupaten Fakfak, 2012). Peran penduduk asli atau di sebut dengan 'anak negeri' di Fakfak sangat dominan terutama dalam urusan hak ulayat. Mereka (orang asli) memiliki penguasaan hak ulayat atas bidang tanah tertentu yang terdapat di Fakfak. Seiring dengan perubahan system pemerintahan, peran pemerintahan kerajaan lalu dimasukkan dalam system pemerintahan modern dalam penatakelolaan bermasyarakat. Sementara para warga pendatang di Fakfak berasal dari berbagai daerah di dalam dan luar Fakfak. Melalui pengamatan, diketahui bahwa mereka (pendatang) ini berasal dari berbagai daerah lainnya di papua. Dari luar Papua, kalangan pendatang yang cukup menonjol di Fakfak diidentifikasi berasal dari daerah Jawa, Sulawesi, Ambon, Sumatera, dll. Berdasarkan daerah asalnya tersebut, suku para pendatang ini meliputi orang Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Manado, Ambon, Ternate, dll. Selain itu, di Fakfak terdapat warga keturunan Tionghoa dan Arab yang telah berdomisili di daerah ini sejak beberapa abad silam. Kedatangan Orang Arab di Fakfak pada awalnya, selain untuk kepentingan perniagaan rempah-rempah, juga untuk menyiarkan agama islam. Sementara itu, kedatangan nenek moyang keturunan Tionghoa ke tanah Fakfak sepenuhnya karena alasan ekonomi, yakni untuk berdagang hasil-hasil bumi. Hingga saat ini, kawasan pembelanjaan/pertokoan di Kota Fakfak didominasi oleh kalangan keturunan Tionghoa ini, yang sekaligus merupakan kawasan permukiman bagi kelompok masyarakat ini. Kawasan perbelanjaan/pertokoan yang panjangnya tidak lebih dari 1Km ini, oleh masyarakat setempat, disebut sebagai kawasan pecinaan di Fakfak yang terletak di jalan Izak Tellusa Fakfak.

2. Hubungan Masyarakat Fakfak dengan Kerajaan-Kerajaan

di Indonesia

Berbagai sumber menyatakan bahwa Fakfak memiliki hubungan erat dengan beberapa kerajaan di Indonesia. Salah satunya yang sering disebutkan dalam beberapa literatur adalah kerajaan Majapahit dengan bukti Kitab Negarakertagama. Kemudian Kerajaan Ternate dan Tidore hingga Bacan melakukan invasi ke Fakfak. Hubungan tersebut bermula dari relasi migrasi dagang hingga sebagai vassal. Salah satu alasan terjalinya relasi tersebut lantaran Fakfak kaya dengan sumber daya alam berupa rempah, hasil hutan, dan hasil laut. Sampai kini tanaman rrempah-rempah berupa Pala menjadi bukti tanaman unggulan masyarakat Fakfak. Yamin (1956, dalam Bangi, 2011) menyebutkan bahwa hubungan Majapahit dengan Fakfak dijelaskan dalam Kitab Negarakertagama. Dalam buku tersebut diungkap beberapa daerah Majapahit yang meliputi Wanin, Seram, dan Timur. Wamin diyakini sebagai nama lain dari daerah Onim yang tidak lain adalah Fakfak dengan banyak komoditas dagang, seperti rempah-rempah, wangi-wangian, mutiara dan hasil laut. Pada abad ke-16 Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan. Bersamaan dengan itu, agama islam mulai berkembang di Indonesia sehingga bermunculan kerajaan Islam di pesisir pantai Nusantara. Salah satunya muncul Kerajaan Ternate dan Tidore di Indonesia Timur. Handoko (2010) menyebutkan bahwa hubungan antara Maluku dan Papua terjalin lantaran adanya kepentingan dagang antara suku Fakfak dengan para penghulu di Ceram (Seram), Goram, dan Bacan yang disusul dengan Buru, Ternate, dan Tidore. Hanya saja, Tidore memiliki pengaruh lebih besar di Fakfak karena pengerahan Armada Hongi oleh Kesultanan Tidore untuk memungut pajak dari penduduk papua dalam bentuk hasil hutan. Pada dasarnya Kesultanan Tidore telah mengenal islam sejak abad ke-15. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama islam mulai berkembang di daerah kekuasaan kesultanan Tidore termasuk beberapa distrik yakni Teluk Patipi, Karas dan Kokas. Beberapa studi lain juga banyak mengungkap hubungan Maluku dengan Papua, seperti yang diungkapkan dalam studi Handoko (2010).

3. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda

Dari sejarah pemerintahan dimasa lalu, pada Pemerintahan Kolonial Belanda di West Nieuw Guinea (Irian Barat/Irian Jaya/Tanah Ppua sekarang) sejak 1898, dibagi dalam 2 (dua) afdeeling (keresidenan) yaitu Afdeeling Noord Nieuw Guinea yang berkedudukan di Manokwari dan Afdeeling West en Zuid Nieuw Guinea yang berkududukan di Fakfak. Dipilihnya Fakfak karena letaknya di Tepi/Teluk kecil yang dilindungi oleh sebuah pulau dan dikelilingi oleh bukit-bukit. Dalam perkembangannya pada tanggal 10 Mei 1952 Gubernur Van Waardenburg mengadakan perubahan dalam pembagian wilayah tersebut menjadi 4 Afdeeling yaitu Afdeeling Noord Nieuw Guinea dengan ibu kota Merauke, Afdeeling Centraal Nieuw Guniea dengan ibu kota sementara Enarotali dan Afdeeling West Nieuw Guinea dengan ibu kota Sorong. Khusus Afdeeling West Nieuw Guinea membawahi 9 Onderafdeeling yaitu Sorong, Makbon, Raja Ampat, Manokwari, Ransiki, Wandamen, Ayamaru, Bintuni dan Fakfak. Dari pembagian wilayah di Nieuw Guniea yang sebelumnya 4 Afdeeling (Keresidenan) pada tahun 1961 diubah menjadi 6 Afdeeling yaitu Hollandia, Geelvikbaai, West Nieuw Guinea, Fakfak, Zuid Nieuw Guinea dan Central Bergland. Afdeeling Fakfak membawahi 3 Onderafideeling yaitu Fakfak, Kaimana dan Mimika.

4. Masa Pemerintahan RI

Fakfak dalam perjalannya masuk dalam Provinsi Irian Jaya. Sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 1969 Tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Jaya Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat, Kabupaten Fakfak terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan menjadi bagian dari provinsi Irian Jaya Barat yang kini bernama Papua Barat sesuai dengan UU Nomor 45 Tahun 1999. Kabupaten Fakfak setelah berada dalam Provinsi Papua Barat menjadi 2 (dua) kabupaten perluasan. Pada tahun 1996 melakukan pemekaran wilayah dengan menjadikan Mimika (Timika) kabupaten senndiri dan kemudian diikuti oleh kabupaten Kaimana pada tahun 2004. Kedepan Kabupaten Fakfak sendiri akan dibagi lagi menjadi Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kokas yang saat ini masih sebagai distrik, sesuai dengan rencana yang sedang diusulakan dan di lakukan oleh Pansus DPRD Kabupaten Fakfak bersama Eksekutif dan dukungan masyarakat